Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KHUTBAH JUMAT AL-QUR’AN DAN KEHIDUPAN MASA KINI

 

KHUTBAH JUMAT AL-QUR’AN DAN KEHIDUPAN MASA KINI

 

Al-Qur’an adalah kitab suci yang terakhir dan tersempurna, diwahyukan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. Sebagai petunjuk untuk keselamatan hidup ummat manusia di dunia dan akhirat. Wahyu tersebut diturunkan Allah ke dalam hati yang suci. Allah berfirman:

تزل به روح الأمين . على قلبك لتكون من المنذرين.

“Al-Qur’an di bawa oleh Ruhul Amin ke dalam hatimu (Nabi Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan”. (QS. Al-Syu’ara, 26:193-4).

Ayat ini mempunyai makna dan arti bahwa terjadinya hubungan atau komunikasi antara Allah dan manusia adalah melalui hati yang suci dan bersih, dan dari hati yang suci itu pulalah orang dapat menyampaikan dan memberikan peringatan kepada orang lain.

Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling belakangan diturunkan dan tidak ada satu kitab suci pun yang paling terkenal dalam sejarah dan paling besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia, kecuali kitab suci al-Qur’an. Karena itu, bagi seorang muslim, pemahaman terhadap al-Qur’an meruapakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk menjadi bimbingan dalam kehidupan kita.

Bafi seorang sosiolog misalnya, pemahaman terhadap al-Qur’an merupakan suatu hal yang penting mengingat jejak yang telah ditimbulkan Al-Qur’an sepanjang sejarah masyarakat manusia dan pengaruhnya begitu besar terhadap kehidupan ummat manusia. Sampai saat ini, al-Qur’an sudah dipahami dari berbagai bidang ilmu.

Walaupun demikian, kebutuhan seorang muslim terhadap al-Qur’an dan pemahamannya adalah karena Al-Qur’an merupakan prinsip dasar agama, prinsip iman dan pemikiran yang dapat memberi arti, dorongan, kesucian dan semangat dalam hidup. Al-Qur’an adalah sumber pengetahuan yang paling suci bagi orang-orang yang mau hidup suci.

Karena al-Qur’an adalah petunjuk untuk keselamatan hidup kita dunia dan akhirat, maka kita perlu merasakan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada kita dan pada saat ini. Ini bermakna bahwa al-Qur’an benar-benar memberi petunjuk buat kita sekarang ini. Jadi, kita benar-benar memfungsikan al-Qur’an sebagai kebutuhan yang sangat mendesak untuk saat ini.

Al-Qur’an hanya akan menjadi mainan hidup saja jika tidak diterima dengan hati yang suci.

يقولون بأفواههم ما ليس فى قلوبهم

“Mereka mengatakan dengan bibir apa yang tiada dalam hati mereka” (QS. Ali Imran, 3:167)

Jadi al-Qur’an akan dapat menjadi petunjuk, jika diterima dengan hati yang suci:

ومن يؤمن بالله يهد قلبه

“Barang siapa beriman kepada Allah, Ia akan memberi hidayah pada hatinya”. (QS. Al-Thaghabun, 64:11)

Menurut ajaran al-Qur’an, keberadaan iman, taqwa, dan hidayah ditempatkan Allah di hati. Demikian juga puncak pengetahuan tertinggi, yaitu wahyu, juga ditempatkan dalam hati. Itu sebabnya semua kebaikan mucul dari hati yang suci dan tulus, seperti cinta, rahmah, toleran, ketenangan, kedamaian, kesucian, dan semua sifat terpuji.

Sebaliknya, pada hati itu pula tersimpannya kekafiran, kebodohan, kebencian, kesombongan, kekerasan, kedengkian, kegoncangan, kegelisahan, ketakutan dan semua sifat tercela. Sifat dan perbuatan terpuji muncul dari hati yang sehat (qalb salim), sedangkan sifat dan perbuatan tercela mucul dari hati yang mengidap penyakit.

فى قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ولهم عذاب أليم بما كانوا يكذبون

“Dalam hati mereka terdapat penyakit lalu Allah menambahkan penyakit itu, dan bagi mereka siksa yang pedih atas apa yang mereka dustakan” (QS. Al-Baqarah, 2;10)

Dari penyakit-penyakit hati inilah timbul kerusakan hidup, kerusakan bangsa dan negara. Untuk pengobatannya, tidak ada jalan, kecuali kembali kepada al-Qur’an dengan hati yang tulus dan suci. Al-Qur’an adalah obat untuk kehidupan ini, karena itu kembalilah kepada al-Qur’an, jika ingin hidup tenang, damai dan aman. (Zuhri).

CIRI ORANG YANG BERTAKWA

Salah satu perintah Allah swt. yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. adalah agar kita, orang-orang mukmin, berusaha mencapai tingkat/derajat taqwa. Taqwa kepada Allah swt. begitu penting, karena dengan taqwa ini, seseorang mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt. Taqwa adalah buah dari pohon ibadah. Ia merupakan tujuan utama dari setiap perintah ibadah kepada Allah swt. Perintah berpuasa misalnya bertujuan untuk meningkatkan derajat ketakwaan bagi orang-orang beriman. Taqwa yang sesungguhnya hanya diperoleh dengan cara berupaya secara maksimal melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangannya. Ketaatan ini adalah ketaatan yang tulus, tidak dicampuri oleh riya atau pamrih.

Banyak sekali ayat-ayat Allah maupun hadis Nabi saw. yang menekankan perintah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Di antarnya adalah firman Allah swt. :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. QS. Ali Imran 3:102.

Firman Allah tentang kedudukan orang-orang yang bertaqwa:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan”. QS. An-Naba’ 78:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menadakan baginya jalan keluar. Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. QS. Ath-Thalaq 65: 2-3.

Taqwa kepada Allah artinya mempunyai kesadaran akan kehadiran-Nya. Allah selalu dekat dan menyertai kita, selalu mengawasi setiap perbuatan kita sehingga menimbulkan kesadaran agar kita senantiasa berhati-hati, jangan sampai menyimpang dari tuntunan, ajaran, dan ketentuan-ketentuan Allah swt. dalam kehidupan keseharian kita. Hal tersebut akan mendatangkan ketentraman dan ketenangan hati serta kesejahteraan dan keselamatan baik dalam kehidupan di dunia yang sebentar ini, maupun dalam kehidupan di akhirat yang langgeng kelak.

Apakah kita sudah berhasil mencapai tingkat taqwa tersebut? Hanya Allah swt. dan kita masing-masinglah yang mengetahuinya dengan tepat.

Salah satu ayat al-Qur’an yang membicarakan taqwa adalah surah al-A’raf ayat 26 sebagai berikut:

يابنى آدم قد أنزلنا عليكم لباسا يوارى سوءاتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من ءايات الله لعلهم يذكرون

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”.

Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa Ia telah menyediakan dua macam pakaian bagi manusia:

Pertama, pakaian lahir yang mempunyai 2 (dua) fungsi pokok, yaitu untuk menutupi aurat atau melindungi fisik orang dari bahaya yang datang dari luar dan (fungsi kedua) sebagai hiasan.

Para ulama menjelaskan bahwa pakaian lahir yang disebut dalam ayat itu, di samping pakaian yang kita kenakan sehari-hari, berarti pula semua kenikmatan duniawi yang dianugrahkan Tuhan kepada kita yang memang kita butuhkan dalam hidup ini. Misalnya kesehatan badan, penguasaan ilmu pengetahuan yang luas dan dalam, perolehan rezeki/harta yang cukup, dan kekuasaan duniawi. Itu semua adalah perkara lahir yang dibuthkan manusia dalam hidupnya di dunia ini.

Kedua, pakaian batin, atau dalam ayat di atas disebut “pakaian taqwa”. Pakaian taqwa ini –menurut ayat di atas- ternyata lebih baik dan lebih pentng ketimbang pakaian lahir. Ini karena pakaian taqwa akan memperindah ruhani, hati dan jiwa manusia. Pakaian taqwa akan menentukan apakah pakaian lahir tadi bermanfaat atau tidak. Banyak orang berpakaian lahir, tapai tidak berpakaian taqwa, maka pakaian lahir tadi tidak memberikan manfaat apa-apa untuknya di dunia maupun di akhirat.

Al-Hasan al-Bashri, ulama besar yang hidup pada akhir abad VII M, dalam telaahnya tentang pengertian taqwa yang terkandung dalam surah al-A’raf ayat 26 di atas, mengungkapkan ciri-ciri orang yag bertaqwa kepada swt., sebagai berikut:

Teguh dalam keyakinan dan bijaksana dalam pelaksanaannya;

Tampak wibawanya karena seuma aktivitas hidupnya dilandasi kebenaran dan kejujuran;

Menonjol rasa puasnya dalam perolehan rezeki sesuai dengan usaha dan kemampuannya;

Senantiasa bersih dan berhias walaupun miskin; selalu cermat dalam perencanaan dan bergaya hidup sederhana walaupun kaya; Murah hati dan murah tangan. Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan yang tidak bermanfaat. Tidak berkeliaran dengan membawa fitnah. Disiplin dalam tugasnya. Tinggi dedikasinya;

Terpelihara identitas muslimnya (setiap perbuatannya berorientasi kepada terciptanya kemaslahatan/kemanfaatan masyarakat);

Tidak pernah menuntut yang bukan haknya serta tidak menahan hak orang lain;

Kalau ditegur orang segera intropeksi. Kalau ternyata teguran tersebut benar maka dia menyesal dan mohon ampun kepada Allah swt. serta minta maaf kepada orang yang tertimpa oleh kesalahannya itu;

Kalau dimaki orang dia tersenyum simpul sambil mengucapkan: “Kalau makian anda benar saya bermohon semoga Allah swt. mengampuniku. Kalau teguran anda ternyata salah, saya bermohon agar Allah mengampunimu.

Kalau kita mempunya ciri-ciri seperti di atas, berarti kita pantas merasa telah mencapai tingkat ketaqwaan keapda Allah swt. dan tentu harus kita pwlihara serta tingkatkan terus menerus. Pakaian taqwa dengan ciri-ciri seperti di atas yang telah kita perjuangkan; menenunnya/merajutnya dengan susah payah sepanjah hidup kita ini janganlah dirusak lagi. Semoga Allah swt. menuntun kita masing-masing untuk mencapai tingkat taqwallah seperti di atas.

AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR: PILAR KEUTUHAN UMMAT

Amar ma’ruf (menyuruh kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) di dalam agama Islam menempati kedudukan puncak dan kepentingan yang utama. Oleh karenanya Allah mengutus rasul-rasul, sejak rasul yang pertama yakni Nabiyyullah Adam as. sampai dengan yang terakhir yaitu Nabiyyul Mustafa Muhammad Rasulullah saw.

Andaikan amar ma’ruf dan nahi munkar dilalaikan dan dilengahkan, baik segi ilmiah maupun amaliyahnya, niscaya akan terjadi kesesatan dan akan merata kekacauan sehingga kesengsaraan menjadi-jadi, baik lahir maupun batin di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Pertengkaran dan permusuhan pun akan muncul dan menebar di mana-mana, bahkan negara pun akan hancur binasa.

Kita berlindung kepada Allah azza wa jalla dari keadaan yang mengerikan seperti dikemukakan tersebut di atas. Di samping itu, kita juga mohon perlindungan kepada Allah jangan sampai perintah amar ma’ruf dan nahi munkar itu terabaikan atau bahkan terhapus dari permukaan kehidupan ummat Islam pada khususnya, sebagai akibat dari hembusan glamouria kehidupan di era informasi yang menglobal dewasa ini. Disadari dan diyakini sepenuhnya bahwa tidak ada yang dapat dimintakan perlindungan dan pertlongan selain dari pada Dzat yang Maha Esa Allah swt.

Perintah amar ma’ruf dan nahi munkar telah ditegaskan dalam firman Allah swt.:

ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم االمفلحون (آل عمران: 104)

“Wajiblah di antara kamu suatu ummat (golongan) yang mengajak kepada kebaikan dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan melaran yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang berbahagia”.

Dari ayat di atas jelaslah bahwa perintah Allah mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar adalah kewajiban yang tidak boleh ditawar-tawar apalagi diabaikan. Kata “waltakun” di awal ayat itu yang artinya “wajiblah ada” menunjukkan dengan jelas dan terang bahwa perintah tersebut adalah suatu kewajiban yang harus benar-benar dilaksanakan., diusahakan, serta dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Di akhir ayat itu pula dijelaskan bahwa datangnya kebahagiaan, semata-mata tergantung kepada adanya amar ma’ruf dan nahi mungkar; wa ulaaika hukum mflihuun/mereka itulah orang-orang yang berbahagia.

Selain dari ayat diatas, Allah juga berfirman:

لعن الذين كفروا من بنى إسرائيل على لسان داود وعيسى ابن مريم ذلك بما عصوا وكانوا يعتدون . كانوا لا يتناهون عن منكر فعلوه لبئس ماكانوا يعتدون . (المائدة: 78)

“Dilaknatlah orang-orang kafir dari kaum Bani Israil melalui ucapan Daud dan Isa bin Maryam. Demikian itu disebabkan mereka bermaksiat dan melanggar aturan secara melampaui batas. Mereka tidak melakukan nahi munkar, bahkan yang munkar itu mereka lakukan. Sungguh buruk perilaku yang mereka lakukan itu”.

Ayat itni menunjukkan ancaman yang amat keras. Mereka dila’nat Allah karena meninggalkan nahi munkar, bahkan justru dengan bangga mereka melakukan yang munkar itu. Ayat tersebut senada dengan hadis yang diriwayatkan dari Abu Bakar Shiddiq ra, dari Nabi saw, yang berbunyi :

ما من قوم عملوا بالمعاصى وفيهم من يقدر أن ينكر عليهم ل\فلم يفعل إلا يوشك أن يعمهم الله بعذاب من عنده (رواه الترمذى وأبو داود)

“Tidak suatu kaum pun yang sama melakukan kemaksiatan sedang di kalangan mereka ada seorang yang kuasa mengingkari perbuatan mereka itu tetapi tidak suka melaksanakannya, melainkan Allah menyamaratakan siksa seperti mereka”.

Sesunguhnya masih banyak hadis yang menunjukkan betapa pentingnya amar ma’ruf dan nahi munkar, dan menunjukkan bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar itu wajib hukumnya. Dari ayat-ayat dan hadis itu saja dapat dipahami bahwa melemahnya amar ma’ruf dan nahi munkar dan atau diabaikan sama sekali akan berakibat makin maraknya kemaksiatan atau kemunkaran di berbagai kehidupan dan di setiap lapisan masyarakat.

KEUTUHAN DAN KESATUAN UMMAT

Kata ummat mempunyai pengertian yang luas dan luwes. Penggunaan kata ummat yang dipahami dari al-Qur’an memberi pengertian yang menggambarkan adanya ikatan-ikatan tertentu yang menghimpun sesuatu, dalam hal ini seperti penggunaan kata ummat manusia. Dalam lingkup yang lebih kecil dari itu ialah kita, dengan ucapan ummat Islam dan sebagainya. Yang disebut terakhir itulah sebagai bahan pembicaraan dalam uraian ini.

Sudah kita pahami bersama bahwa persatuan dan kesatuan adalah prasyarat lahirnya kedamaian dan ketenteraman yang berujung kepada terciptanya kesejahteraan lahir dan batin. Dengan kata lain mustahil kesejahteraan ummat dapat terwujud apabila persatuan dan kesatuan itu hanya berupa slogan tanpa pengamalan dengan menegakkan asas amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini tentunya kita dituntut untuk mampu menciptakan suasana “tawashau bil haqq wa tawashau bish shabri” (QS. al-Ashri: 3); saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran”. Untuk tercapainya persatuan dan kesatuan ummat didasari atas dua dasar:

Dasar pertama: Adanya titik tujuan yang sama, yaitu Hablullah (semata-mata mencari ridha Allah swt. dalam segala langkah dan perjuangan .

Allah berfirman:

واغبصموا بحبل الله جميعا ,ولا تفرقوا ...( أل عران: 103)

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai berai”.

Ayat tersebut diinterpretasikan Rasulullah saw. dengan sabdanya:

المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد تعضهم بعضا (رواه البخارى)

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain bagaikan satu banguna, di mana masing-masing saling menguatkan satu sama lain”.

Dasar kedua: harus didasari dengan derap langkah dan irama yang sama dalam perjuangan tanpa ada satu suarapun yang sumbang. Inilah yang dimaksud dengan kata “jamii’an” pada ayat di atas. Yaitu dengan tidak membedakan antara individu yang satu dari individu yang lain, antara satu suku dengan suku yang lain, dan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Amar ma’ruf dan nahi munkar mempunyai cakupan yang amat luas di dalam lingkup kehidupan manusia. Ma’ruf adalah segala sesuatu yang diperintah oleh syara’ dan akal sehat pun menganggapnya baik, sedangkan munkar adalah sebaliknya, yaitu segala sesuatu yang dilarang dan akal sehatpun menganggapnya buruk. Dengan demikian kiranya dapat difahami bahwa amar ma’fur dan nahi munkar di antara fungsinya adalah menjadi pilar kesatuan dan kutuhan ummat.

Semoga Allah swt. memberikan kemampuan kepada kita semua untuk melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar secara baik dan benar sehingga persatuan dan kesatuan ummat Islam senantiasa berjaga baik dan utuh.


Posting Komentar untuk "KHUTBAH JUMAT AL-QUR’AN DAN KEHIDUPAN MASA KINI"