KASIH YANG MEMERDEKAKAN
Setiap orang tidak dapat terlepas dari sebuah pertanyaan besar “mengapa” : Jikalau Allah itu kasih adanya, mengapa ada begitu banyak penderitaan di muka bumi ini? Bukan hanya sekedar skala penderitaan itu saja yang menyebabkan orang-orang mempertanyakan kasih Allah, tetapi juga kenyataan bahwa begitu banyak penderitaan yang tampaknya menimpa orang-orang yang tidak berdosa, sepertinya tidak adil dan tidak masuk akal sama sekali! Sementara di sisi yang lain, kita melihat banyak orang yang hidup dalam kejahatan, mereka dapat menikmati kesenangan-kesenangan dari hasil kejahatan mereka. Apakah kasih itu adil? masih adakah kasih itu? Bagaimana caranya kasih itu kita temukan di dunia ini?
Sadarkah kita bahwa segala sesuatu yang di ciptakan di dunia ini adalah untuk “saling melayani” satu dengan yang lain? Mari kita sama-sama buktikan dan melihat apa yang ada di sekitar kita: Bila anda memiliki kebun bunga di halaman rumah anda dan terlihat sedang bermekaran, nampak indah bukan? Keindahan bunga tersebut memberi kesegaran bagi mata anda, dan anda bisa tersenyum ketika melihatnya. Satu poin kita dapatkan untuk manfaat bunga itu.
Bukan hanya itu, lebah-lebah dan kupu-kupu mulai datang untuk menghisap madu dari bunga itu. Pernahkah kita melihat, bunga-bunga itu melawan atau menolak ketika serangga itu datang dan mengambil madu mereka? Tidak penah bukan! Serangga-serangga yang hinggap itu memperoleh keuntungan makanan dari bunga itu dan menjadi kenyang. Tetapi apakah kita menyadari bahwa ada dampak buruk bagi bunga itu bila madunya diambil dari mereka? Tentu saja, bunga itu akan segera menjadi layu dan kering.
Tetapi apakah ini adalah akhir dari kisah tragis bunga-bunga itu? O… tentu tidak..! di saat bunga-bunga itu mulai mengering, di saat itu juga diciptakannya sebuah kehidupan baru yaitu bakal benih/biji yang jumlahnya tak terhitung dari bunga tersebut . Bila benih-benih itu kering dan jatuh ketanah, maka akan tumbuh bunga-bunga yang sama dalam jumlah yang lebih banyak dari sebelumnya.
Contoh yang lain; tentu kita
tahu bahwa “air” adalah sumber kehidupan bukan? Semua mahluk hidup yang ada di
dunia ini sangat bergantung kepada air. Tumbuh-tumbuhan, hewan, bahkan manusia
pun sangat memerlukan air. Air diciptakan untuk memberi kehidupan bagi dunia
ini. Tetapi apakah air menjadi marah bila ia menjadi tercemar oleh karena
limbah-limbah pabrik dan rumah tangga. Membuat ia menjadi berwarna dan berbau busuk,
tidak lagi di anggap berharga karena membawa banyak penyakit? Hal itu ia
lakukan supaya manusia menjadi bersih dan tetap sehat bukan? Allah tidak
membiarkan air itu hancur dan rusak. Diciptakannya batu-batuan untuk menyaring
dan memurnikannya. Diciptakannya matahari untuk memurnikan air menjadi uap.
Jika hujan datang, air itu membasahi semua yang diam di bumi. Menjadi murni
kembali bukan?.
Pernahkah kita melihat bahwa
matahari menjadi egois dan tidak memancarkan sinarnya supaya dapat menumbuhkan
kehidupan di bumi? Pernahkah air berhenti mengalir dan tidak mau memberi hujan?
Pernahkah bunga mengeluh merasa dirugikan karena madunya memberi kehidupan bagi
para serangga? Pada akhirnya kita menyadari bahwa mereka tidak pernah berhenti
untuk memberikan kehidupan bagi mahluk hidup/ciptaan yang lain. Mereka saling
melayani dan memberi kehidupan kepada yang lainnya, termasuk kita sebagai
manusia, turut merasakan dari buah pelayanan mereka. Akan tetapi menjadi pertanyaan
besar bagi kita sekarang, apakah kita ingat untuk apa kita diciptakan?
Prinsip pelayanan yang
sesunggunya adalah “memberi,” dengan suatu dorong yang kuat atau hasrat untuk
“rela berkorban bagi yang lainnya.” Jika kita melihat semua ciptaan yang ada
disekitar kita, mereka menerapkan satu prinsip yang sama. Pemicu Hasrat keinginan
untuk memberi inilah yang kita sebut dengan “kasih.” Kasih itu rindu untuk
memberi yang terbaik. Kasih itu tidak pernah mementingkan diri, kasih inilah
yang tercermin dari Allah Sang Pencipta dunia ini.
1. Sumber
Kasih
Allah itu kasih adanya. Apa pun Allah itu, dan
apa pun yang telah dilakukan-Nya, yang masih sedang dilakukan dan akan
dilakukan-Nya, adalah pernyataan dari kasih-Nya. Kasih ini, kasih yang
memberikan kehidupan, penghiburan, dan sulit untuk diuraikan. Kasih Allah itu jauh
lebih besar dari apa yang biasa dikenal oleh manusia sebagai cinta atau kasih.
Yang kadangkala sekedar merupakan perasaan yang dangkal atau cumbuan sementara,
yang seringkali dicampur dengan kepentingan diri sendiri dan keserakahan. Allah
tidak saja mencintai atau menunjukan kasih, Dia adalah kasih itu sendiri.
“Kita telah mengenal dan telah percaya akan
kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di
dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” 1 Yohanes
4:16
Kita perlu makan dan minum agar dapat tetap
hidup. Tanpa cairan untuk di minum atau makanan untuk dimakan, hidup kita akan
segera berakhir. Tetapi agar kita tetap hidup dalam pengertian yang sebenarnya
dari kata itu, kita juga “memerlukan kasih.” Ada sesuatu yang tertanam di dalam
diri kita yang membutuhkan penerimaan akan kasih. Kita membutuhkan kasih dari
orang tua, saudara, dan teman-teman kita. Kita butuh untuk menjadi bagian dari
masyarakat yang mengasihi. Namun sama seperti kita butuh menerima kasih, demikian
jugalah kita butuh untuk “memberikan kasih.” Kita ini bukanlah manusia yang sesungguhnya
jikalau kita tidak dapat mengasihi. Tetapi mari diperjelas: “Kasih yang sejati bukanlah
dimulaikan dari diri kita, kapasitas untuk mengasihi diciptakan di dalam diri
kita oleh Pencipta kita.”
“Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya
hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak
menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang
yang menanti-nantikan Dia!” Yesaya 30:18.
Sekitar lima abad sebelum kelahiran Kristus,
seorang ahli filsafat Yunani, Sophocles berkata: “Satu kata saja akan
membebaskan kita semua dari seluruh tekanan dan kesakitan di dalam kehidupan.
Kata itu adalah kasih.” Benar sekali kata-kata ini, namun orang bijaksana dari
Yunani ini tetap masih belum mengetahui tentang dalamnya kasih yang harus
dikabarkan dan dinyatakan oleh Penebus kita Yesus Kristus
2. Pemberian
Terbesar bagi Dunia
Mengapa Yesus Kristus datang kedunia? Mengapa
Dia harus menderita, dan apakah perlu bagi-Nya untuk mati di atas kayu salib?
Dan mengapa Dia mau datang kembali dan mengembalikan dunia ini kepada
keadaannya yang semula yang tanpa cacat? Apakah tidak ada cara yang lain? Dan
kalau memang tidak ada, mengapa perlu waktu sedemikian lamanya sebelum masalah
dosa diselesaikan sepenuhnya? Pikiran kita tidak sanggup untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Di dalam kebijaksanaan-Nya yang tidak terbatas.
Allah “merencanakan” suatu rencana untuk menghadapi bahaya dosa dengan cara yang
terbaik yang memungkinkan.
Allah adalah suci, Dia tidak dapat mengabaikan
pemberontakan melawan hukum-Nya yang sempurna; di sisi yang lain, sebagai Allah
yang penuh kasih, Dia tidak dapat mengundurkan diri dan membiarkan ciptaan-Nya
binasa tanpa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan mereka. Inilah alasan
mengapa Yesus Kristus, Pencita itu sendiri, harus datang menjadi sama dengan
manusia. Ia turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, dan rela menanggung
penderitaan yang harusnya kita tanggung, mati untuk membayar dosa dunia supaya
yang percaya kepada-Nya dapat diselamatkan.
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada
kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Yohanes 15:13
“Kesucian Allah adalah kemurnian-Nya yang Maha
Agung, yang tidak akan dapat mengizinkan kejahatan moral. Kasih Allah itu
adalah pernyataan keramahan-Nya, kelembutan hati-Nya merangkul orang-orang yang
berdosa. Kesucian Allah adalah perpisahan-Nya dari yang najis dan cela. Kasih
Allah adalah kerelaan-Nya untuk berhubungan dengan orang-orang yang berdosa,
najis, agar dapat menolong mereka…Namun kemurkaan Allah adalah untuk sementara
waktu saja, padahal kasih-Nya adalah untuk kekekalan.” – Donal G. Bloesch, God
the Almighty: Power, Wisdom, Holiness, Love (Downers Grove, III.: InterVarsity
Press, 1995), hlm. 140-143.
3. Menemukan
Kasih
“Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah
mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. Sebab
tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar–tetapi mungkin untuk orang yang
baik ada orang yang berani mati. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada
kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” Roma
5:6-8
Kasih Allah selalu mendahului kasih kita. Apa
pun yang kita katakan tentang kasih, hal ini sangat penting. “Kasih ini
bukanlah suatu dorongan hati, tetapi suatu ‘prinsip Ilahi,’ suatu kuasa yang
tetap. Hati yang tidak berserah tidak dapat memulai atau menghasilkannya. Hanya
di dalam hati, dimana Yesus memerintah hal itu akan ditemukan. Kita mengasihi, Karena
Dia terlebih dahulu mengasihi kita. Dalam hati yang dibaharui oleh anugrah
Ilahi, kasih adalah prinsip perbuatan yang memerintah.” –Ellen G.White, Alfa
dan Omega, jld. 7, hlm. 465.
Penulis berkebangsaan inggris yang terkenal ,
C.S. Lewis, menggunakan kata “Kasih Pemberian” dan “Kasih Kebutuhan” untuk
membedakan antara kasih Allah dengan bentuknya kasih manusia. Sementara Allah
menghendaki kasih kita lebih dari segala sesuatunya, Dia tidak membutuhkan
kasih kita dengan cara yang sama memandang dengan mana kita membutuhkan kasih
dari pada-Nya dan dari sesama manusia. “Kita harus memulai dari pada permulaan
yang sesungguhnya, dengan kasih sebagai kekuatan Ilahi. Kasih mula-mula ini adalah
Kasih Pemberian. Di dalam Allah tidak ada rasa lapar yang harus dipenuhi,
hanyalah kelimpahan yang ingin untuk memberi.” –C.S. Lewis, The Four Loves
(London: HarperCollins, 1998), hlm. 121. Kasih kemanusiaan kita perlu diubahkan
oleh kasih Ilahi, agar sementara kita terus merindukan kasih dari orang lain,
kita juga akan mampu memberikan kasih dengan cara yang benar-benar sama seperti
Kristus. Realitas yang tragis dari dunia ini adalah mencintai diri sendiri,
ambisi buta, kebencian, persaingan, korupsi dan pertentangan. Selama penduduk
dunia ini membiarkan diri mereka sendiri, secara sadar atau tidak sadar,
dituntun oleh prinsip-prinsip dari pangeran kegelapan, kasih tidak akan
memiliki kesempatan untuk bertumbuh.
Bila mana Kristus bertahta dalam hidup kita,
maka prinsip-prinsip kasih akan menguasai kehidupan kita. Apa pun kelemahan
kita, kita akan tetap tegar bertumbuh di dalam kasih kepada Allah dan kepada
sesama manusia.
4. Kasih
Yang Diwujudkan
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah
mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus
Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang
kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling
mengasihi.” 1 Yohanes 4:10-11.
Yesus adalah teladan kasih kita yang paling
tinggi. Kalau kita bertanya seperti apakah kasih kita seharusnya, kita hanya
perlu melihat kepada Penebus kita. Di dalam Dia kita dapat melihat teladan yang
sempurna. Mengasihi orang yang mengasihi kita itu sesuatu yang biasa, dan semua
orang bisa melakukannya, tetapi bagaimana mungkin kita bisa mengasihi orang telah
berbuat jahat kepada kita? Para pemimpin rohani begitu dengki terhadap
keberhasilan-Nya, sehingga mereka bertekat untuk menyingkirkan Dia bahkan
bersepakat untuk membunuh Dia. Mengapa Dia harus mengasihi orang-orang seperti
ini?
Keluarga-Nya sendiri seringkali tidak mendukung
Dia. Murid-murid-Nya seringkali bertengkar satu sama lain bahkan tidak hadir
disaat Yesus sangat membutuhkan mereka. Mereka tidak pernah mengerti jalan yang
harus Dia lewati. Bagaimana mungkin Dia dapat mengasihi mereka pada saat-saat
seperti itu ketika mereka sendiri sama sekali tidak memperdulikan-Nya? Tetapi
Kasihnya yang besar itu di nyatakan diatas kayu salib. Ia berdoa meminta
keampunan bagi mereka yang menganiaya Dia. Dan menebus kita dari hukuman dosa.
Bukan tanpa alasan Yesus mengajarkan kita untuk
mengasihi musuh-musuh kita, atau orang-orang yang pernah menyakiti kita.
Kesanggupan-Nya untuk mengampuni orang-orang yang telah menyalibkan Dia, telah
memberikan kemerdekaan dari Maut. Maut tidak dapat berkuasa atas-Nya, karena
Yesus tidak berdosa dan tidak bercacat, tidak ada “benih kebencian” di dalam
diri-Nya. Kasih-Nya telah terbukti.
Pengharapan ini adalah sebuah janji, bilamana
kita mengasihi orang lain bahkan musuh kita, Yesus akan memerdekakan kita dari
benih-benih kebencian, kepahitan, kemarahan, yang merusak jiwa dan fisik setiap
orang. Benih-benih kebencian telah menyebabkan begitu banyak penderitaan dan
penyakit kronis, serta pembunuh yang paling mematikan dari dalam diri manusia.
Yesus rindu membalut luka-luka jiwa kita, dan menyembuhkan kita.
Sifat dasar manusia yang jatuh dalam dosa
adalah mementingkan diri, tidak ada sedikitpun yang benar di dalam diri kita,
kita membutuhkan Yesus sebagai sumber dan teladan kasih itu. Bilamana Kristus
bertahta dalam hati kita, sekalipun banyak sekali terdapat potongan-potongan
hati yang hancur, Kristus mampu untuk merangkainya kembali sehingga kita
memiliki hati yang utuh untuk dapat mengasihi orang lain.
Kasih bukan hanya sekedar ucapan, tetapi kasih
dapat kita rasakan bilamana kita belajar untuk berbuat sesuatu kepada orang
lain. Merawat orang-orang sakit di sekitar kita, memberi makan kepada orang
yang kelaparan, memberikan baju kepada mereka yang telanjang, memberikan
tumpangan bagi mereka yang membutuhkan perlindungan, bahkan mengampuni orang
yang pernah menyakiti kita. Kasih itu ada dan tidak akan pernah musnah, karena
kasih itu adalah kekal. Kasih Yesus mampu mengubah sifat dasar alamiah kita,
dari mementingkan diri menjadi suka untuk memberi.
Tidak cukub bagi kita hanya menyandang status
hanya sebagai Kristen, tetapi kita tidak pernah belajar untuk menghidupkan kasih-Nya.
Tidak ada buah yang bisa kita hasilkan. Kita perlu belajar untuk memahami apa
itu “pengorbanan.” Kristus lebih dahulu mengasihi kita, berkorban bagi kita,
maka kita harus belajar untuk mengasihi dan berkorban bagi orang lain.
“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama
seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak
tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak
tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah rantingrantingnya. Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Yohanes 15:4-5
Posting Komentar untuk "KASIH YANG MEMERDEKAKAN"
Berkomentar yg membangun dan memberkati.