Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bahaya mendustai Roh Kudus | Kisah Para Rasul 5:1–11

 

Bahaya mendustai Roh Kudus | Kisah Para Rasul 5:1–11

Pendahuluan

Kisah Ananias dan Safira dalam Kisah Para Rasul 5:1–11.

Kisah ini terjadi di tengah suasana gereja mula-mula yang penuh kasih, saling berbagi, dan hidup dalam kuasa Roh Kudus. Tetapi justru di tengah suasana indah itu, terjadi sebuah peristiwa tragis: sepasang suami istri, Ananias dan Safira, memilih untuk mendustai Roh Kudus. Mereka tidak jujur mengenai hasil penjualan tanah mereka, seolah-olah memberi semua, padahal hanya sebagian. Akibatnya, mereka mati seketika setelah kebohongan itu disingkapkan.

Peristiwa ini menimbulkan ketakutan besar di seluruh jemaat. Tetapi di balik kisah yang keras ini, ada pelajaran penting untuk kita: Mendustai Roh Kudus adalah dosa yang serius, karena itu berarti mendustai Allah sendiri. Mari kita renungkan tiga hal dari firman Tuhan ini.

1.      Mendustai Roh Kudus = Mendustai Allah

Petrus berkata kepada Ananias: “Engkau bukan mendustai manusia, tetapi Allah” (ayat 4).

Saudara, di sini kita melihat dengan jelas bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri. Ketika kita berbohong dalam jemaat, ketika kita berpura-pura dalam pelayanan, itu bukan sekadar menipu manusia, tetapi menipu Allah yang hadir melalui Roh Kudus.

Kita mungkin bisa menipu pemimpin, bisa menipu orang lain, bahkan bisa menipu diri sendiri. Tetapi kita tidak bisa menipu Allah. Firman Tuhan berkata: “Tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia” (Ibrani 4:13).

Aplikasi: Setiap kebohongan, sekecil apa pun, adalah pelanggaran terhadap kekudusan Allah. Mari kita hidup jujur, sebab Allah tahu isi hati kita.

Ilustrasi: Sama seperti listrik. Kita tidak bisa melihat arusnya, tetapi kalau kita bermain-main dengan kabel beraliran, akibatnya bisa fatal. Demikian pula dengan Roh Kudus—kita tidak bisa melihat-Nya, tetapi kalau kita mempermainkan-Nya, akibatnya sangat berbahaya.

2.  Motivasi Hati Lebih Penting daripada Tindakan Lahiriah

Saudara, masalah utama Ananias dan Safira bukan pada jumlah uang yang mereka serahkan. Petrus berkata, “Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu? Dan setelah dijual, bukankah hasilnya tetap dalam kuasamu?” (ayat 4). Artinya, mereka sebenarnya bebas menentukan berapa yang mau diberikan.

Tetapi dosa mereka adalah berpura-pura seolah-olah mereka memberikan semuanya, padahal tidak. Mereka ingin terlihat rohani di mata manusia, tetapi hatinya penuh kemunafikan.

Tuhan melihat hati, bukan hanya penampilan luar. Dalam 1 Samuel 16:7 tertulis: “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”

Aplikasi: Dalam pelayanan, dalam persembahan, bahkan dalam doa, mari kita periksa motivasi hati kita. Apakah kita melakukannya untuk Tuhan, atau untuk dipuji orang lain?

Ilustrasi: Buah plastik di meja ruang tamu. Dari luar kelihatan indah, mengkilap, rapi—tetapi tidak bisa dimakan, tidak ada isinya. Itulah gambaran kehidupan rohani yang hanya tampak indah dari luar, tetapi tidak murni di dalam.

3.   Takut akan Allah Membawa Jemaat Hidup dalam Kekudusan

Setelah peristiwa itu, Kisah Para Rasul 5:11 mencatat: “Maka sangat ketakutanlah seluruh jemaat itu dan semua orang yang mendengar hal itu.”

Rasa takut ini bukan berarti jemaat hidup dalam ketakutan yang membuat mereka menjauh dari Allah. Sebaliknya, itu adalah rasa gentar yang membawa mereka untuk menghormati Allah dengan sungguh-sungguh.

Takut akan Allah adalah sikap hati yang sadar bahwa Allah itu kudus, Allah itu adil, dan kita tidak bisa main-main dengan-Nya.

Firman Tuhan berkata: “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan” (Amsal 9:10). Dengan takut akan Tuhan, kita dijaga dari kemunafikan, kita diarahkan untuk hidup jujur, dan kita dikuatkan untuk setia.

Ilustrasi: Sama seperti rambu lalu lintas. Kita patuh bukan hanya karena takut ditilang polisi, tetapi karena kita tahu aturan itu menjaga keselamatan kita. Demikian juga takut akan Allah: itu bukan hanya karena takut dihukum, tetapi karena sadar bahwa ketaatan kepada Allah menjaga kita dari kehancuran rohani.

Penutup / Ajakan

Saudara, peristiwa Ananias dan Safira adalah peringatan keras bagi kita semua. Roh Kudus tidak bisa dimanipulasi. Allah menghendaki kita hidup dalam kejujuran, ketulusan, dan takut akan Dia.

Mari kita belajar:

  • Jangan mendustai Roh Kudus dengan hidup dalam kebohongan.
  • Jangan mencari pujian manusia, tetapi berikanlah hati yang tulus kepada Allah.
  • Hidupilah takut akan Tuhan, supaya hidup kita tetap murni dan jemaat Tuhan tetap kudus.

Kiranya Roh Kudus menolong kita semua untuk hidup jujur, tulus, dan berkenan kepada Allah.

Doa Penutup:
“Tuhan, ampuni kami jika kami pernah berpura-pura atau tidak jujur di hadapan-Mu. Tolong kami agar selalu hidup dalam kebenaran, tidak mendustai Roh-Mu yang kudus, tetapi berjalan dalam ketulusan dan takut akan Engkau.
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa, amin.”

 

Posting Komentar untuk "Bahaya mendustai Roh Kudus | Kisah Para Rasul 5:1–11"